024 – 8442273, 8417006 | WA 081393344169 magisterekonomi@live.undip.ac.id

TUJUH bulan berlalu, belum ada tanda-tanda nyata pandemi Covid-19 akan berakhir atau mereda. Sektor ekonomi bahkan sudah lebih dulu merasakan dampak Covid-19 sebelum kasus pertama di Indonesia diumumkan pada awal Maret 2020.

Covid-19 di tingkat global yang menyebar di akhir 2019 telah melumpuhkan aktivitas perdagangan internasional. Akibatnya, bukan hanya ekspor, tetapi pemenuhan kebutuhan bahan baku sebagian industri penggerak utama perekonomian terhambat. Ini jawaban kenapa ekonomi menurun begitu dalam di Kuartal I 2020.

Pandemi memang tidak pandang bulu, kegiatan ekonomi baik produksi maupun permintaan melambat atau bahkan berhenti bersamaan. Sektor usaha di semua level terdampak, hampir semua mengalami kontraksi, tidak peduli skala besar, menengah, kecil dan mikro. Potensi resesi ekonomi meningkat, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah Kuartal II 2020 terkoreksi -5,94%, lebih rendah dari pertumbuhan nasional -5,32%.

Secara spasial, Provinsi Jawa Tengah berada di pusaran utama pandemi Covid-19, menempati posisi ke-3 kasus tertinggi. Tidak banyak pilihan kebijakan dan program yang bisa membalikan keadaan dalam sekejap. Pandemi selalu berdimensi jangka menengah–panjang. Ekonomi dan kesehatan bukanlah dikotomi, harus tetap berjalan bersama dengan porsinya masing-masing. Respon cepat para pemangku kepentingan menjadi kunci utama, setidaknya untuk memberi kepastian dan rasa optimisme ke depan.

UMKM Jateng

Banyak pihak yakin bahwa UMKM adalah solusi jangka pendek untuk menggerakkan perekonomian. Alasannya sederhana, mayoritas usaha berskala mikro, kecil dan menengah. Ketika permintaan dan produksi mengalami stagnasi bersama, diperlukan kekuatan yang mampu menggerakkan ekonomi secara serempak, fleksibel, cepat, bervariasi dan menyebar luas. Untuk itu, UMKM jawabnya.

Jumlah sektor usaha di Jawa Tengah saat ini tercatat mencapai 4,2 juta unit, terdiri dari usaha mikro 3.776.843 (90,48%), kecil 354.884 (8,50%), menengah 39.125 (0,94%) dan besar 3.358 (0,08%). Statistik ini jelas menunjukkan bahwa usaha mikro-lah yang paling dominan, atau usaha dengan kekayaan bersih tidak lebih dari Rp 50 juta dan omset penjualan tahunan maksimal Rp 300 juta, menurut definisi UU 20/2008 tentang UMKM.

Menurut Pemprov Jateng, lebih dari 26 ribu UMKM terdampak Covid-19 dan trennya terus bertambah. Mayoritas bergerak di sektor usaha makanan dan minuman, fashion, perdagangan, jasa dan kerajinan tangan. Menurunnya pendapatan masyarakat dan pembatasan sosial yang diikuti sikap kehati-hatian konsumen menyebabkan permintaan di sektor ini menurun tajam.

Upaya mitigasi telah dilakukan pemerintah daerah melalui stimulus keuangan dan bantuan taktis lain. Meski demikian, bukan berarti di tengah pandemi ini tidak ada lagi ruang bisnis untuk UMKM. Beberapa sektor lain masih bertahan dan bahkan muncul peluang baru, terutama di sektor yang terkait dengan kesehatan dan pendidikan. Dengan fleksibilitasnya, UMKM bisa berganti basis usaha dengan cepat. Dinamika siklus bisnis UMKM terus berkembang ditengah ketidakpastian Covid-19, dan ruang usaha tetap terbuka.

Tantangan

Meski diyakini bisa menjadi solusi, bukan berarti menggerakkan UMKM dapat dilakukan dengan seketika dan tanpa hambatan. Fakta bahwa UMKM adalah usaha yang fleksibel, mudah masuk dan keluar industri, di satu sisi memang menunjukkan keunggulannya, tetapi sekaligus menjadi kelemahannya. Fleksibilitas bisa menghambat kesinambungan usaha dan peningkatan skala ekonomi. Fakta ini menjadi tantangan serius untuk pengembangan UMKM dalam jangka panjang.

Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah data. Kita tidak tahu persis profil lengkap dari 4,17 juta UMKM di Jawa Tengah. Dari angka tersebut baru sekitar 4% yang masuk dalam program binaan Dinkop-UMKM Provinsi Jawa Tengah. Kesenjangan antara UMKM yang tersentuh intervensi kebijakan dengan yang belum sangat tinggi. Dengan kondisi seperti ini tentu sulit untuk memformulasikan dan mengeksekusi program intervensi yang efektif dan efisien.

Artinya, menggerakkan UMKM secara masif dan serempak tidaklah mudah. Kontribusi besar UMKM terhadap perekonomian harus dilihat lebih proporsional. Ekspektasi yang dibebankan pada UMKM terlalu tinggi. Dalam kondisi ekonomi sulit, UMKM selalu ditempatkan sebagai sektor yang fundamental, tetapi sayangnya belum diikuti perbaikan struktural secara menyeluruh, termasuk kelembagaan.

Faktor ini juga yang menjadi salah satu tantangan besar implementasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui jalur UMKM, dengan alokasi anggaran mencapai Rp. 244 Triliun (35,1% dari total). Apakah stimulus sebesar ini mampu menggerakkan UMKM secara serempak dan seketika? Dan apakah roda perekonomian kemudian berputar lebih kencang?

Perlu Terobosan

Dalam ekonomi ada istilah, “permintaan akan menciptakan penawaran dengan sendirinya”. Istilah yang akrab saat ini, kita benar-benar butuh permintaan. Permintaan memang turun akibat Pandemi Covid-19, tetapi tentu tidak hilang sama sekali. Muncul bermacam permintaan dengan pola baru. Artinya, tercipta peluang bisnis di tengah pandemi.

Tujuh bulan cukup untuk melihat bagaimana guncangan pandemi membentuk pola baru siklus bisnis dan permintaan masyarakat. Media berbasis teknologi adalah jawabannya. Pola perdagangan online sudah berkembang pesat sebelum Covid-19. Pembatasan sosial justru menegaskan bahwa pelaku usaha memang harus menguasai teknologi.

Namun, bagi UMKM menguasai teknologi saja tidaklah cukup. Masalah utama mereka adalah bagaimana mempromosikan produk, di tengah keterbatasan dana. Untuk itu, UMKM butuh endorsement. Sederhananya, UMKM butuh “numpang tenar alias terkenal”. Tidak bisa tidak, ini perlu kepedulian tokoh masyarakat (public figure), terutama figur daerah, karena produk UMKM selalu berciri khas daerah.

Langkah Gubernur Jawa Tengah membuka #LapakGanjar patut diapresiasi dan perlu dieskalasi dalam skala yang lebih masif. Gerakan ini adalah terobosan yang out of the box. Selain membantu memecah kebuntuan UMKM, langkah ini adaptif di tengah pandemi dan efektif memediasi komunikasi UMKM dengan konsumen.

#LapakGanjar membantu memerankan fungsi komunikasi pemasaran UMKM yang sebelumnya tidak berjalan. Meski demikian, akan sangat baik jika frekuensi pembukaan lapak ini ditingkatkan, sehingga efek pengganda-nya lebih besar, dan semakin banyak produk UMKM yang terpromosikan. Dalam waktu singkat #LapakGanjar menjadi terkenal karena faktor ketokohan.

Tidak sedikit UMKM yang terbantu oleh gerakan ini. Bisa dibayangkan bagaimana besar kekuatannya jika langkah ini diikuti oleh tokoh masyarakat lain di bidangnya masing-masing. Nampaknya sederhana, tetapi kepedulian ini menjadi solusi bagi kesinambungan bisnis UMKM. Di tengah kondisi “emergensi” Covid-19, perubahan struktural harus dibarengi dengan langkah responsif, inovatif dan adaptif. Peran teknologi dan ketokohan sangat penting dalam menciptakan information spillovers, yang akhirnya bermuara pada pengakuan dan penerimaan produk UMKM oleh masyarakat luas. (*)

 

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul UMKM Jawa Tengah di Pusaran Pandemi, https://jateng.tribunnews.com/2020/09/29/umkm-jawa-tengah-di-pusaran-pandemi?page=all.

Penulis: – | Editor: moh anhar